memory of falabisahaya
Figure 1
|
Kenangan diriku dengan sebuah desa yang bernama Falabisahaya, desa ini berada di Pulau Mangole yang adalah pulau paling selatan di propinsi Maluku Utara, banyak kenangan yang ditinggalkan saya di tempat ini, mari kita ikuti bersama, selamat melihat-lihat blogger saya ini ya, semoga menginspirasi jiwa sosial dan profesional muda sekalian
Dokumentasi : Kegiatan dialog legislatif
desa falabisahaya
Kali ini saya akan memperkenalkan
dengan singkat di Desa yang telah mengajarkan saya banyak hal, Mangole adalah
sebuah Pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Sula Propinsi Maluku
Utara.Kabupaten Kepulauan Sula merupakan kabupaten yang terletak paling selatan
di propinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak di 01 45 00 LS dan 124 05
00 BT 126 50 00 BT dengan batas wilayah sebelah Utara dengan Laut Maluku,
sebelah Selatan dengan Laut Banda, sebelah Barat dengan Provinsi Sulawesi
Tengah dan sebelah Timur dengan Laut Seram.
Kabupaten yang memiliki luas wilayah 24.082,30 Km2 ini
terdiri dari 3 pulau besar yakni pulau Sulabesi, pulau Taliabu dan pulau
Mangole.
Sebagian dari kita mungkin ada yang
belum pernah mendengar nama pulau-pulau ini, saya
sendiri juga baru tahu ketika saya
bekerja di sana sebagai tenaga pengajar di SD/SMP Advent Falabisahaya pada
pertengahan akhir 2010 silam, di tempat ini juga ada beberapa camp HTI dan HPH
serta Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) kayu lapis milik perusahaan setempat
yang terletak di dua pulau di kabupaten Kepulauan Sula yakni pulau Taliabu dan
pulau Mangole.
Kabupaten Kepulauan Sula terbagi ke
dalam 124 desa dan 19 kecamatan.
Dok. Profile perusahaan BPTG
Dari 19 kecamatan di Kabupaten
Kepulauan Sula tersebut, 5 kecamatan diantaranya terdapat di pulau Mangole
yakni kecamatan Mangole Timur Tengah dengan ibukota Waisakai, kecamatan Mangole
Selatan dengan ibukota Buya, kecamatan Mangole Timur dengan ibukota Waitina,
kecamatan Mangole Barat dengan ibukota Dofa dan kecamatan Mangole Utara dengan
ibukota Falabisahaya.
Dari
kelima kecamatan di pulau Mangole tersebut, yang paling ramai dan maju adalah
Kecamatan Mangoli Utara yang beribukota Falabisahaya. Bisa dikatakan
Falabisahaya sebagai pusat dari pulau Mangole ini, karena selain penduduknya
lebih banyak daripada kecamatan-kecamatan lainnya juga karena fasilitas umum
yang terletak di kecamatan ini lebih lengkap dibandingkan di kecamatan lainnya.
Dok. Profile Situasi desa falabisahaya
Di Pulau Mangole ini terdapat 2 unit
HTI dan sebuah industri kayu lapis milik group PT Barito Pacific Tbk; yakni HTI
PT Mangole Timber Producers Unit I di Desa Binono dan HTI PT Kalpika Wanatama
unit II di Desa Mandafuhi, keduanya berada di Kecamatan Mangole Barat serta IPKH
PT Mangole Timber Producers yang terletak di Falabisahaya kecamatan Mangole
Utara. industri PT Mangole Timber Producers di Falabisahaya mungkin yang menjadi salah satu alasan mengapa
Falabisahaya menjadi kecamatan yang paling maju di pulau Mangole. Di Falabisahaya
kawasan industri tersebut menempati suatu lokasi yang cukup luas dengan
fasilitas perumahan karyawan dan berbagai fasilitas lainnya,Berbagai fasilitas
disediakan perusahaan dalam kompleks ini antara lain mess karyawan
,kantin,koperasi,wartel,kantor dengan fasilitas internet, fasilitas olahraga
(tenis,basket,sepak bola,volly, dan bulu tangkis),taman kanak-kanak dan sarana
ibadah.
Kompleks
perusahaan ini, dikelilingi oleh tembok setinggi 4meter yang dijaga oleh satpam
di setiap pintu masuknya, hal yang lazim terjadi di perusahaan-perusahaan
lainnya di tanah air, tembok yang berdiri kokoh dengan papan peringatan yang
tak kasat mata :dunia kemewahan dalam perusahaan dan dunia kesederhanaan
masyarakat sekitar. Di luar kompleks perusahaan,
tersedia pula fasilitas-fasilitas umum, walaupun kondisinya sangat pas-pasan.
Jalan raya yang membelah
Falabisahaya maupun jalan-jalan yang menghubungkan desa-desa di Mangole
terlihat berlubang di sana-sini,yang memberi kesan
"debu" dimusim kemarau. Sarana transportasi umum yang digunakan di
Falabisahaya adalah ojek dan becak.
Untuk transportasi antar desa dan pulau-pulau terdekat,
orang-orang lebih memilih menggunakan transportasi laut seperti ketinting
(sebutan untuk perahu kecil berkapasitas max 4 orang),speed boat dan long boat.
Sedangkan untuk perhubungan dengan pulau-pulau yang lebih jauh seperti Ternate
dan Sulawesi, masyarakat menggunakan kapal motor swasta dan pesawat
Dok. Profile lapter perusahaan BPTG
udara.Tidak
ada satupun angkutan umum beroda empat digunakan di daerah ini, yang mungkin
dikarenakan keadaan jalan yang kurang mendukung.
Untuk sarana pendidikan
terdapat sekolah- sekolah
dari TK sampai SMA dengan fisik bangunan "perlu renofasi", malahan
ada beberapa sekolah yang terpaksa "nebeng" menggunakan gedung
sekolah yang lain karena keadaan fisik bangunannya sudah tidak mungkin
digunakan lagi.
Fasilitas
ibadah di daerah ini erbilang lumayan. Karena mayoritas masyarakat yang memeluk
agama islam, di daerah ini banyak terdapat mesjid dengan fisik bangunan yang
lumayan bagus.
Selain mesjid terdapat juga gereja
katholik dan beberapa gereja kristen. Selain sarana dan prasarana di atas, di
daerah ini juga terdapat pertokoan, pasar rakyat,
fasilitas olah raga, Telkom (ada sinyal juga kok), Kantor Pos, Puskesmas,
penginapan (kelas melati tentunya), rumah karaoke, serta sebuah lokalisasi.
Agak kaget juga menemui adanya sebuah lokalisasi di kecamatan kecil ini,
padahal masyarakatnya agak jauh dari modernisasi, mungkin ini sebagai suatu
imbas dari kemajuan yang pernah dicapai oleh oleh PT Barito Pacific Timber tbk
dan juga perusahaan pengelola hutan di daerahn ini sebelumnya yang berasal dari
Philipina.
Dok.: SDN 1 biscam
Penduduk di pulau
Mangole terdiri dari berbagai suku bangsa. Selain penduduk asli bersuku bangsa
Sula, pulau Mangole juga terdiri dari beberapa suku bangsa antara lain Buton,
Bugis, Manado, Minahasa, Sangihe-Talaud, Jawa dan Flores. Masyarakat yang ramah
membuat saya seperti berada di kampung sendiri, apalagi di sini terdapat sebuah
kampung Flores bernama kampung Kodok. Di kampung ini hidup banyak sekali orang
Flores yang sudah berpuluh-puluh tahun di Mangole bahkan banyak dari antara
mereka yang sudah lupa budaya Flores. Kebanyakan dari mereka enggan untuk
kembali ke Flores karena mereka rata-rata telah memiliki rumah dan kebun di
Mangole.
Mungkin
karena terdiri dari banyak suku bangsa, bahasa sehari-hari yang digunakan
adalah bahasa indonesia dengan dialek Maluku. Diantara para masyarakat asli
juga sangat sulit menemukan orang yang bisa berbahasa Sula seperti sulitnya
menemukan jejak-jejak kebudayaan di daerah ini. Kurangnya usaha-usaha
pelestarian dan tidak adanya kebanggaan akan budaya daerah mungkin menjadi
sebab terjadinya hal tersebut. Saya yang sangat menggemari kebudayaan daerah-daerah
Indonesia menjadi sedikit kecewa begitu mengetahui betapa kebudayaan menjadi
sangat tidak dikenal di daerahnya sendiri.
Dok. Profile Pasar Baru
Walaupun kebudayaannya sudah terkikis, namun kehidupan sosial
masyarakat di Pulau Mangole terbilang aman. Mangole yang mayoritas
masyarakatnya memeluk agama islam (diikuti Protestan dan Katholik), adalah
satu-satunya Pulau di Kepulauan Sula yang tidak terkena imbas konflik agama
Ambon. Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Kepulauan Sula, masyarakat
Mangole memang terbilang memiliki pikiran yang lebih maju dan terbuka,
masyarakat hidup rukun dan damai antara satu dengan yang lainnya.
Sejauh itu, hal
teringat jelas yang saya maklumi karena melihat berbagai dokumentasi dan
mendengar sendiri kesaksian korban-korban kerusuhan Ambon dan ternate,
kerusuhan SARA itu pernah membuat luka yang sangat dalam.
Mata pencaharian utama masyarakat Mangole adalah nelayan. Mereka
adalah pelaut-pelaut yang ulung, hasil laut di daerah ini juga sangat banyak seperti
ikan merah, ikan cakalang, ikan goropa, cumi, tripang dan juga rumput laut.
Selain sebagai nelayan, ada juga masyarakat yang bermatapencaharian sebagai
petani, yang umumnya adalah masyarakat pendatang dari Flores dan Buton. Jenis
pertanian yang mereka usahakan adalah tanaman berumur panjang seperti kelapa,
coklat dan pala. Selain nelayan dan petani, mata pencaharian lainnya adalah
buruh pabrik, pegawai pemerintahan dan pengusaha kayu bal ataupun kayu
gergajian. Terhitung ada 4 unit industri kayu gergajian (saw mill) milik
masyarakat di daerah ini. Mangole dan Kabupaten Kepulauan Sula umumnya memang
memiliki potensi hasil hutan yang banyak dengan jenis-jenis Meranti, Binuang,
Jabon serta jenis-jenis kayu rimba lainnya.
Pulau Mangole juga memiliki potensi
wisata alam pantai, hanya saja belum dikelola dengan baik oleh pemerintah
daerah, padahal pantai-pantai tersebut sangat indah dan alami tetapi
pantai-pantai di pulau ini dibiarkan "terlantar" begitu saja. Salah
satu pantai favorit yang sering saya kunjungi adalah pantai Lekosula. Di pantai
berpasir putih ini saya sering melepas penat setelah seharian berkutat dengan
kerjaan di kantor, menikmati angin sore yang meniup ombak, terasa begitu
menyenangkan. Disamping pantai Lekosula masih ada pantai-pantai lainnya seperti
pantai tanah dolong, pantai lapter dan pantai lekokadai
Jika suatu saat ada diantara kita
yang ingin mencoba menikmati matahari sore di pantai-pantai tersebut atau
sekedar ingin menaklukkan pulau-pulau nusantara, tidak ada salahnya datang ke
Pulau ini. Pulau Mangole dapat dijangkau dengan menempuh jalur transportasi
udara ataupun transportasi laut. Transportasi udara bisa menggunakan rute
pesawat : Ternate - Falabisahaya dua minggu sekali dengan harga tiket
Rp.200.000,- atau dengan transportasi laut : Manado - Falabisahaya setiap hari
senin dengan menggunakan kapal KM Thedora dan setiap hari rabu dengan
menggunakan kapal KM Intim Teratai dengan harga tiket sebesar Rp.362.500,-
(tahun 2012).
sumber photo dan link blogger : google map kab.
kep. sula, prop. maluku utara, emo, margaretha priska.
Sumber photo IPMU
ikatan pemuda mangoli utara 04/01/2014